Para Pengamen Pun Tersandung

November 26, 2008

100_5249Dunia jalanan nasional sedang ramai dan tegang! Ada kelompok orang yang sedang populer dan dicari banyak orang. Yah…siapa lagi kalau bukan preman.

Memang bapak-bapak polisi sekarang ini sedang gencar-gencarnya berburu preman. Babat sana babat sini tanpa ampun. Targetnya jalanan bersih dari gangguan preman yang suka malakin bikin resah orang. Emang gak tenang sih kalau kejahatan jalanan terus meninggi. Lama-lama mau keluar rumah buat nyiram tanaman saja ogah.

Tapi, permasalahan tidak berhenti di situ saja. Ternyata sulit bagi polisi untuk menangkap preman tulen. Ketika datang ke Semarang, Wakabareskrim Polri Irjen Paulus Parwoko pernah bilang, dari 4.000 orang yang tertangkap, hanya sekitar 400 orang saja yang terbukti preman. Walah…yang 3.600 lainnya cuma bisa gigit jari pasti.

Memang itulah kenyataannya. Dalam operasi ini, banyak sekali orang nonpreman yang ikut tertangkap, seperti di Semarang juga. Setelah terbukti memiliki kartu tanda pengenal, “korban” bisa pulang. Tapi pengalaman diseret petugas dan diperlakukan seperti seorang kriminal bukanlah pengalaman yang menyenangkan.

Andi, pengamen di sekitar Tugu Muda Semarang pun bercerita. Pada pertengahan November, ia tertangkap saat sedang genjrang-genjreng. “Pokoknya ikut saya sebentar,” Andi menirukan permintaan polisi. Sampailah ia di Polwiltabes Semarang bersama puluhan “preman” lain. Tanpa babibu, ia langsung disuruh duduk di tengah lapangan dan melepas kaos yang dipakainya. Alhasil, tato-tatonya pun menjadi terlihat jelas.

Mereka dipanggil satu per satu untuk membuat surat keterangan jati diri. Setelah membuat cap 10 jari, setiap orang dipotret. Tercatat sudah nama dan wajah mereka di database kepolisian.

“Kalau saya tertangkap ke dua kali, saya akan digunduli. Lha kalau sudah tiga kali, saya bisa dimasukkan ke tahanan,” kata Andi. Sejak itu, Andi merasa was-was setiap kali mau mengamen. Ia pun kucing-kucingan dengan polisi.

Andi semakin tertekan. Ngamen adalah satu-satunya pekerjaan untuk menghidupi istri dan empat anaknya. Kalau ia tidak tenang bekerja, bagaimana dengan keluarganya? Sejak ada operasi itu, jam kerja Andi berkurang banyak. Kalau dulu ia bisa ngamen 10 jam setiap hari, kini hanya 8 jam. Penghasilan jelas berkurang. Biasanya ia dapat Rp 50 ribu per hari, saat ini ia harus mengencangkan ikat pinggang dengan penghasilan Rp 20 ribu per hari.

“Masak saya disamakan dengan preman, saya kan benar-benar mengamen,” kata Andi. Memang ia mengakui kalau ada pengamen yang suka malak, maksa, dan bahkan menghina orang lain. Tapi kan tidak semua pengamen begitu.

Apakah polisi bisanya hanya menilai buku dari sampulnya saja? Penampilan kotor, baju lusuh, tato di sekujur badan, apakah itu definisi untuk menggambarkan seorang preman? Sampai saat ini belum ada jawaban yang memuaskan.

Akhirnya, Andi dan kawan-kawan seperjuangan membentuk Front Persatuan Pengamen Semarang (FPPS). Mereka lantas ingin berdiskusi dengan polisi dan minta perlindungan. Kalau tidak bisa berdiskusi, aksi massa menjadi jalan terakhir.

Bisa jadi, masih banyak Andi-Andi lainnya yang bersembunyi di belakang semak-semak sambil membawa gitar, bass, atau alat musik sederhana lainnya. Jelaslah kalau pengamen ingin berteriak sekencang-kencangnya.

Polisi juga tidak salah jika ingin memberantas kejahatan di jalanan. Semua orang pasti ingin tenang di jalan. Tapi sudah adakah prosedur yang lebih baik? Atau ini hanya sebuah “perlombaan” semata bagi para polisi. Kata Paulus, pemberantasan preman ini jadi salah satu alat untuk menilai kinerja polisi. Semakin banyak preman yang ditangkap, berarti semakin baik pula nilainya.

Pengalaman tersandung inilah yang seharusnya dimanfaatkan pula oleh para pengamen. Tidak bisa disangkal lagi, kehadiran para pengamen sering membuat risih. Apalagi dengan suara pas-pasan dan gitar yang belum distem, eh minta bayaran Rp 1.000. Lagu musisi terkenal saja yang harganya jutaan bisa dengan mudah didonlod gratis dengan kualitas CD.

Mbok paguyuban para pengamen itu sering membuat kegiatan latihan bareng biar nyanyinya bagus. Itu baru namanya musisi sejati. Bukan lagi preman bersenjatakan gitar butut.