Tips Bagaimana Menerjang Banjir Dengan Motor

November 26, 2008

sarinah2Musim hujan telah tiba, jika anda tinggal di kota yang sering terkena banjir, bersiaplah. Paling tidak, anda bisa tetap mobile meski jalan-jalan sudah mirip sungai.

Semarang salah satunya. Kota ini memang sudah lekat dengan imej banjir, seperti Jakarta. Sekali ada hujan deras waktu malam, dijamin paginya beberapa daerah di Semarang Utara kebanjiran.

Masalahnya, siang itu saya harus melintas di jalan Pengapon Semarang untuk meliput banjir. Sesampai di ujung jalan, saya berbelok ke sebuah gang dan mematikan mesin motor. Ternyata jalan itu banjir sudah setinggi kira-kira 30 cm!

Nyali pun ciut karena saya pakai motor Honda Supra Fit. Maklum knalpot motor itu sangat rendah, kalau maksa lewat jalan itu, jelas knalpot motor terendam. Kalau motor sampai mogok, saya tidak mau ambil resiko menghilangkan waktu liputan yang berharga begitu saja.

Masalah terus berlanjut, ternyata jalan itu searah. Otomatis saya harus lewat dijalan itu. Bisa juga melawan arus, siang itu banyak truk dan kendaraan berat lainnya yang lewat.

Ketika berpikir keras bagaimana cara melintasi jalan itu, ada seorang bapak di samping saya. “Sudahlah mas, pakai gigi satu. Gas terus jangan sampai berhenti,” kata bapak itu yang juga siap-siap menerjang banjir.

Setelah membulatkan tekad, akhirnya saya nekat menerabas banjir. Sepanjang jalan, motor saya usahakan agar jalan terus. Deg-degan juga jalan terus. Akhirnya sampai juga di ujung jalan yang kering dengan selamat. Meski sempat jengkel juga karena motor yang lain juga berusaha cepet-cepet dan akibatnya cipratan air mengguyur baju dan tas saya.

Begitulah jika ingin “selamat” di Kota Banjir. Tapi setidaknya saya tetap memilih jalan lain kalau bisa. Sayang kan, motor sekarang mahal, krisis lagi. Eh…justru alam yang membuat kita makin boros.


Stasiun Tawang Banyak Ikannya Lho…

November 26, 2008

cari ikan di tawangSore itu di pertengahan bulan November, ada satu pemandangan yang mungkin jarang bisa dilihat di sebuah stasiun. Bahkan, mungkin itu satu-satunya peristiwa yang terjadi di Stasiun Tawang Semarang.

Bagaimana tidak, baru kali itu saya melihat ada dua anak kecil mencari ikan di sekitar peron stasiun. Mereka memanfaatkan banjir yang merendam stasiun peninggalan zaman Belanda itu. Kira-kira kalau di peron, tinggi air bisa mencapai 20 cm. Di halaman stasiun, lebih parah lagi, 50 cm!. Praktis tidak ada mobil yang bisa parkir disitu.

Dilihat dari ukurannya, kedua anak itu pasti masih SD. Mereka membawa sekantung plastik yang sudah diisi air dan sebuah jaring kecil.Sambil menunduk mereka mencari ikan dari depan kantor kepala stasiun sampai di depan gudang.

“Ini mas, dapat ikan sepat!” Teriak salah satu anak ketika saya tanya ikan apa yang mereka dapat. Di dalam kantung yang ia bawa, kira-kira ada sekitar 10 ikan yang didapat. Kedua anak itu pun semakin bersemangat ketika beberapa penumpang ikut membantu mencari ikan. “Itu lho dek di dekat pintu masuk ada satu,” kata salah satu penumpang yang duduk di ruang tunggu.

Akhirnya, Pak Zahid, Wakil Kepala Stasiun datang. Waktunya bagi saya untuk mewawancarai seputar banjir di stasiun ini yang sepertinya tidak dapat dicegah dan diobati. Sebelum ditanya macem-macem, Pak Zahid menyuruh kedua anak itu pulang. Selesai sudah pencarian ikan sepat di Stasiun Tawang.

Ikan sepat itu akan terus ada di lantai stasiun selama musim banjir. Selama musim hujan, PT KA pun akhirnya mengalihkan fungsi stasiun Tawang ke Stasiun Poncol. Para penumpang pun tidak perlu takut basah terkena genangan banjir.

Bagaimanapun juga, Stasiun Tawang sudah menjadi sarana vital warga Semarang. Sampai kapan kebutuhan transportasi warga terpenuhi dengan baik. Dan sampai kapan pula stasiun itu menjadi kolam ikan. Halo, pemerintah kota Semarang, bagaimana solusinya?